Sabtu, 25 Oktober 2014

Ku Kira Kau Mencintaiku


“Aku kira kau mencintaiku, ternyata persepsi-ku salah selama ini menilaimu”

Pagi itu tampak mendung, tak ada cahaya dari matahari sama sekali. Rasanya aku tak mau berangkat sekolah pagi ini. Hawa yang dingin membuat rasa males berlebihan. Tapi apa boleh buat, namanya seorang pelajar harusnya pergi sekolah bukan tidur-tiduran di kasur. Ku percepat langkahku untuk ke kamar mandi, lalu menyiapkan buku dan segera pergi.
Kulajukan motorku dengan kecepatan minim. Masih terlalu pagi jadi santai aja, kendaraan pun belum terlalu banyak dan tidak terlalu memenuhi jalanan. Disamping aku sibuk mengendarai motorku, aku juga menikmati segarnya angin pagi hari dan menghirup bau yang khas sehabis hujan semalam.
Sampai di sekolah. Kuparkirkan motorku, kulihat baru sedikit motor yang ada. Aku terlalu kepagian, kulangkahkan kaki ku ke dalam kelas. Kursi masih berada di atas meja semua. Kubalikkan kursiku dan duduk di atasnya. Ku letakkan tasku di atas meja dan kuraba kolong mejaku. Terasa ada sesuatu, lalu kuambil benda itu. Ada sebuah kertas berwarna biru muda. Sebenarnya ingin kubuang, tapi aku penasaran ingin mengetahui isi kertas itu.
Kubuka perlahan. Dan tertuliskan
“Ku tunggu kau di taman belakang pulang sekolah nanti -Kelvin.”
Aku masih bingung, apa perintah itu untukku atau untuk orang lain? Entahlah, aku tak ingin banyak memikirkan hal itu nanti seketika ia berangkat akan kutanyakan padanya mengenai isi kertas yang kubaca.
Kelvin datang. Ia duduk di tempatnya. Ya, aku dan dia satu kelas. Ketika aku ingin menghampirinya, dia sudah menghampiriku lebih dulu. Tanpa menyapa ia langsung menanyakannya.
“Udah dibaca kan suratnya? Padahal aku kasihnya kemarin, malah gak kamu baca” lalu duduk di kursi depanku
“Udah kok. Hehe maaf mungkin aku gak tau. Jadi udah gak berlaku nih perintahnya?”
“Eeh… masih dong. Nanti pulang sekolah aku tunggu. Udah dulu yaaa… bye” ia segera lari keluar kelas.
Bel berbunyi. Tanda waktu pelajaran hari ini berakhir. Ku angkat kursiku di atas meja dan keluar dari kelas. Sampai di parkiran, aku baru ingat jika ada janji untuk bertemu Kelvin di taman belakang setelah pulang sekolah. Setelah sampai di taman. Kulihat tak ada satu pun orang disana dan tiba tiba…
“Baaa…” Kelvin tiba-tiba muncul di hadapanku, refleks aku kaget.
“Ahh Kelvinnn..” kupukul manja lengannya.
“Hehe maaf yaa, abis kutunggu lama sih” sembari memegang tanganku.
Aku dan Kelvin duduk di kursi itu. Kursi yang dulu pertama kali ketika aku baru mengenalnya.
“Oh ya kamu kenapa suruh aku kesini, Vin?” kupandang dirinya.
“Ini aku mau bilang, sebenernya aku seneng banget kalau ada di deket kamu. Gak tau kenapa, nyaman aja gitu”
“Terus gimana?”
“Gak gimana-gimana, hehe. Kamu juga gemesin, baik, cantik lagi anaknya, gak gampang marah juga. Pokoknya beda sama yang lain”
“Hehe makasih loh ya”
“Iya, eh aku boleh pulang bareng sama kamu gak?”
“Lah motor kamu?”
“Tadi aku dianter sekolahnya”
“Oh gitu, oke deh”
Kunaiki motorku. Kali ini dia yang mengendarai, bukan aku. Kunikmati dinginnya angin, yah walau panas terik matahari pun sedikit menyengat. Sangat pelan sekali Kelvin mengendarai motorku.
“Vin, kok pelan sih naik motornya?” kataku sedikit berteriak
“Iya sekalian nikmatin nih, lagi seger banget anginnya”
Ia lanjut memperhatikan jalanan. Kulihat awan semakin gelap, bau khas air hujan telah tercium. Kurasa bentar lagi akan turun hujan. Yap!! Benar, hujan turun begitu deras. Rasa sakit ketika air hujan mengenai kulit tanganku. Kelvin lalu meng-gas kencang, aku kaget dan refleks memeluknya.
Diberhentikannya motorku di sebuah warung. Warung kecil mirip warteg di pinggiran jalan. Diparkirkan motornya. Aku turun dan bersandar di tembok warung itu. Perlahan kuatur nafasku. Aku terus saja tarik nafas ketika hujan muncul. Entah mengapa, ada keunikan tersendiri bagiku. Aku suka hujan, senang menghirup udaranya dan melihat airnya yang jatuh. Kulihat Kelvin sibuk dengan barang yang dibawanya. Dia menghampiriku.
“Kita tunggu disini dulu ya, hujannya mendadak banget”
“Iya Vin” jawabku singkat.
Hujan tambah begitu deras. Anginnya pun dingin, membuat bulu romaku berdiri. Seperti menggigil rasanya.
“Duhh pake gak bawa jas hujan sama jaket lagi. Kan dingin jadinya” keluhku dalam hati sambil mengusapkan kedua telapak tanganku. Kelvin melihat kejadian itu, ia langsung mengambil jaket yang sedang dipakainya dan memakaikannya padaku.
“Pake dulu aja”
“Kamunya?” aku melihatnya
“Aku gak papa kok, kan dingin banget ini. Nanti daripada masuk angin”
“Makasih ya..” balasku dengan senyuman.
Esoknya aku telat berangkat sekolah. Mungkin karena semalam kesibukan mengerjakan tugas yang diberikan guru fisika kemarin. Aku baru masuk ketika jam pelajaran kosong. Untung saja, kalau tidak aku sudah disuruh lari mengelilingi lapangan 20 kali sebesar istana merdeka itu sambil membawa kursi. Dan tahukah apa aku mampu melakukannya? Yang ada baru dua atau tiga putaran aku sudah pingsan.
Kulihat dari tadi perasaan nggak ada sama sekali batang hidungnya Kelvin. Kemana dia? Apa dia gak masuk gara-gara kemarin? Apa dia sakit? Atau dia telat. Banyak pertanyaan muncul dalam benakku. Setelah kuteliti, kata temannya. Kelvin sedang di ruang musik, latihan nyanyi dengan grup band-nya. Aku langsung saja menuju ruangan itu. Ketika ku buka, kulihat dia sedang bernyanyi dan memainkan gitarnya. Alunan nada yang begitu mellow dan suaranya yang lembut membuatku begitu memahami lirik demi liriknya.
Setelah selesai, ku tepukkan tanganku yang menandai bagus latihannya saat itu. Kelvin mendekati dengan senyum yang melekat di bibirnya.
“Sejak kapan kamu disini, Put?”
“Dari awal kamu mulai latihannya”
“Kok aku baru tau ya..”
“Kamu fokus sama nyanyi dan main gitarnya kali. Jadi gak tau aku dateng. Oh ya keren banget loh”
“Akunya atau…?”
“Yehh Ge-eR banget, lagu sama iringan musiknya dong..” kutepuk pelan lengan kirinya
“Hehe orangnya gak?”
“Gak lah..”
“Masa gak sih…” sembari mencolek daguku.
“Gak tau maksudnyaaa” aku meletkan lidahku.
Tiba-tiba tangannya meluncur di hidungku. Ditariknya hidungku sampai sakit. Ahh sakit rasanya. Di ruang itu menjadi saksi bahwa semenjak hari itu aku mulai menyukainya.
Hari-hari berikutnya pun kujalani bersamanya. Mulai dari bercanda dan tertawa bersama. Aku rasa, perasaan ini terus berkembang dan tak terkendalikan. Seringkali aku salah tingkah jika berhadapan dengannya. Bukan hanya itu juga, gombalan gombalan yang menjurus pun sering kulakukan untuknya. Bukan sekedar untuk merayu, tapi menyenangkan hatiku maupun hatinya. Kata demi kata keluar begitu saja. Sampai akhirnya aku baru mengetahui bahwa aku benar benar jatuh cinta kepadanya.
Malam minggu ini rencananya Kelvin mau dateng ke rumah. Katanya sih mau ngajak jalan. Mumpung akunya juga lagi gak ada kegiatan, aku iyakan saja. Setelah beberapa menit sehabis dandan. Suara klakson mobil mengundangku untuk cepat-cepat membukanya. Kudapati Kelvin berdiri dan senyum indahnya sudah mengawali perkataannya malam ini. Segera ku ambil tasku dan melaju ke sebuah restaurant langganannya.
Di dalam mobil aku tak banyak cakap dengannya. Begitu sampai dibukakan pintunya untukku, Aku bagaikan ratu malam itu. Kita juga begitu lahap menyantap Steak dan segelas coklat panasnya. Sampai saat ini tak ada pembicaraan yang menjurus untukku. Aku tak mengerti, kita berdua jadi diam-diaman. Setelah selesai dia pamit untuk pergi ke toilet. Aku hanya mengangguk. Ketika ia balik, dia baru mengajakku bicara.
“Put?”
“Apa Vin?”
“Kamu suka gak aku ajak makan disini? Sekali-kali juga kan, daripada di rumah doang”
“Suka kok, hehe iya bener tuh. Oh ya terima kasih loh sebelumnya udah diajak kesini”
“Iya sama-sama. Eh abis ini aku ada acara, dipanggil buat perform di Cafe Red. Kamu mau ikut?”
“Ehm boleh deh”
Kelvin lalu menarik tanganku dalam genggamannya. Hatiku bergerak cepat, ada rasa senang ketika hal itu terjadi. Rasa yang selama ini kupendam akhirnya bangkit dan berseri-seri entah kejadian di malam itu tak akan pernah kulupakan seumur hidupku. Walaupun aku belum mengetahui persis apakah kamu mencintaiku juga seperti aku mencintaimu.
Satu bulan berlalu, hubungan pertemanan kita semakin dekat. Tidak seperti layaknya sahabat tetapi lebih dari itu. Kata kata indah terucap begitu saja dari bibirmu maupun bibirku. Tahukah kamu? Rasaku yang selama ini kupendam terjawab sudah. Mungkin kamu juga mempunyai rasa yang sama sepertiku. Kita bagaikan dua pasangan tapi tak ada status hubungan, ada hanya hubungan persahabatan. Tetapi apakah sahabat seperti ini? Aku bingung dan juga senang. Akankah hubungan ini akan berakhir indah? Terlalu banyak yang kau berikan padaku selama ini. Dari hal kecil sampai yang besar. Mungkin ini kebahagiaan sementara, atau mungkin abadi. Aku tak mengerti, yang jelas aku benar-benar jatuh cinta padamu. Kuharap kau tahu ini.
Tepat hari ini 10 Januari. Hari ulang tahunku yang ke-17. Kuharap di ulang tahunku ada hal yang istimewa dan membuatku tak melupakannya seumur hidupku. Dan dengan adanya Kelvin di kehidupanku, kuharap dia bisa menggantikan Alm. Papah dan menjadi masa depanku kelak nanti, Amin. Aku persiapkan segalanya, masak makanan-makanan untuk perayaan nanti malam. Aku sungguh benar benar berharap, malam nanti begitu spesial walau tak begitu mewah.
Jam 20.00 tepat. Perayaan dimulai. Tapi belum kulihat adanya Kelvin di acara ini. Ingin aku mulai, namun Kelvin belum juga datang. Untuk mempersingkat waktu, aku buka perayaan ini.
“Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga, sekarang juga… yeeayy”
Kulihat Kelvin belum juga muncul.
“Eh make a wishnya dulu, Put..” sambung Eta.
Aku mengadahkan tangan dan berkata dalam hati
“Tuhan, di ulang tahunku ini aku mau yang terbaik. Kuharap Kelvin segera mengetahui perasaanku saat ini” kutiup lilinnya.
Teman-temanku bersorak gembira. Aku mulai mengambil pisau dan memotong kue pertama.
“Hayo, kuenya yang pertama buat siapa tuh? Dipastiin buat yang paling spesial yaa”
“Orangnya belum dateng…” kusingkirkan piringnya.
Tuhan sangat cepat mengabulkan doaku. Kelvin datang dan sekarang tepat di hadapanku.
“Selamat ulang tahun manis. Semoga dapet yang terbaik ya. Ini kadonya, maaf gak terlalu mahal tapi semoga bermanfaat” sembari memberi senyum indahnya.
“Iya makasih ya, ini buat kamu” kuberikan potongan kue pertama tadi.
“Kembali kasih ya” lalu mengambil kuenya.
Malam itu tak begitu mewah tapi kurasa indah. Indah karena adanya ciptaan Tuhan yang sangat memberikanku motivasi untuk menjadi lebih baik. Bisa mengembalikan ceriaku seperti dulu lagi, iya dialah Kelvin. Hanya dia yang mampu membuatku seperti ini. Kelvin datang menghampiriku. Apa dia tahu bahwa aku sedang memikirkannya. Tapi semua tidak seperti yang aku fikirkan. Kelvin datang bersama seorang gadis cantik di genggaman tangannya. Siapa gadis itu? Apa itu kakaknya? Atau pacarnya? Dadaku menyempit, sesak kurasa. Aku harap yang ia bawa itu bukan kekasihnya.
Kelvin menepuk pundakku.
“Put.”
Aku berbalik badan “Apa Vin?”
“Aku mau bilang sesuatu ke kamu. Aku harap kamu seneng dengernya” tangannya masih ada dalam genggaman gadis itu.
“Emang apa Vin?”
“Ini kenalin, dia Nadya pacar aku. Kenalin Nadya ini sahabatku yang paling cantik, yang pernah aku ceritain ke kamu”
DAMN! Kelvin, Nadya? Kelvin udah pacaran? Ini beneran atau mimpi sih? Masa cepet banget, kemarin baru Kelvin mesra-mesraan sama aku. Sekarang udah pacaran? Terus selama ini kata kata yang dia tujukan ke aku cuma sebatas teman aja? Nggak lebih? Terus kata kata manisnya buat aku cuma buat nyenengin hati aku doang? Aku segera meninggalkan mereka berdua.
Retak. Remuk. Hancur hatiku saat ini. Kelvin. Nadya. Pacaran. Ahh.. Kubanting pintu kamarku sekencang mungkin. Aku menangis begitu deras. Bagaimana tidak. 6 bulan lamanya aku telah bersama dengan Kelvin. Memang aku tak ada hubungan tapi dengan adanya Kelvin di hidupku. Aku bahagia, aku sangat nyaman bila bersamanya. Kenapa kau hancurkan kebahagianku, Tuhan? Kenapa kau izinkan Kelvin bersama Nadya. Dibandingkan dengan aku yang sangat mencintainya. Kenapa kau tak sempatkan aku singgah di hatinya? Kenapa kau hancurkan harapanku yang begitu kokoh dan lenyap begitu saja? Sakit Tuhan, sakit rasanya. Aku mencintainya sungguh, aku tak ingin yang lain. Aku ingin dia, Tuhan! Aku ingin Kelvin mewarnai kehidupanku lagi…
Semua itu. Hari ulang tahunku ke-17 hancur sudah. Kukira ada yang istimewa di malam itu. Tapi Tuhan tak berkehendak. Mungkin bagi Tuhan keistimewaannya terletak pada Kelvin dan Nadya. Iya, Tuhan begitu baik. Memberikan yang terbaik kepada Kelvin dan Nadya, bukan aku. Mungkin Tuhan tidak ingin aku disakiti Kelvin suatu saat nanti, maka ia berikan semua itu padaku. Walaupun sakit, susah kurasa untuk melupakan semuanya. Semua kejadian begitu sangat singkat. Ini adalah cobaan, cobaan dalam sebuah percintaan. Kita pun tak tahu, entah esok hari siapa yang akan pergi dan meninggalkan kita lebih dulu. Dan mungkin selama ini aku telah salah terhadap kelakuan Kelvin. Aku telah salah menilai persepsi Kelvin padaku. Apa aku terlalu berharap dan jadi seperti ini.
Kejadian itu membuatku sadar akan hal mencintai dan dicintai. Untuk itu berhati-hatilah dalam masalah ini. Apalagi jika kita menyukai sahabat kita sendiri. Proses untuk mencapai lebih awal dan tidak terjadi apa-apa tidak semudah yang kamu bayangkan. Banyak sekali tanjakan dan tikungan yang akan menghadang :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar